Rabu, 15 Mei 2013

CALUNG BANYUMAS


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Calung Banyumasan
Calung Banyumasan ada di kawasan Jawa Tengah tepatnya di kawasan BANYUMAS  seni calung merupakan salah satu bentuk budaya khas Banyumasan. Seni ini berbentuk alat musik tradisional pentatonik terbuat dari bilah-bilah bambu wulung  yang berangkai dalam 3 oktaf, yaitu bilahan oktaf rendah (gedhe), sedang , dan tinggi (kecil). Nada-nada calung biasanya diawali dari nada 5 (ma) rendah sampai dengan 3 (lu) tinggi. Menurut sumber-sumber lisan, calung berasal dari alat musik cengklung yaitu tiga bilah bambu dengan nada berbeda dipadu menjadi satu. Kemudian berubah menjadi angklung. Secara fisik hampir sama, yang berbeda cara merangkai satu nada terdiri dari 3 bilah, cara membunyikannya dengan “dikorog”. Karena dirasa kurang praktis, maka kemudian berubah lagi menjadi calung. Dalam bahasa Banyumasan  Arti kata Calung ialah: carang pring wulung utawa dicacah melung-melung yang artinya batang bamboo wulung atau bilah-bilah teriak-teriak (mengeluarkan suara).
2.2 Asal-Usul Musik Calung Banyumas
Pada masa awal penyebaran Islam, seni calung sering dipadu dengan lengger (le = thole = sebutan untuk anak laki-laki, dan ngger = angger = sebutan untuk anak perempuan) Seni calung digunakan sebagai alat untuk memanggil atau mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengetahuan baru yaitu tentang ajaran Islam. Seni calung berkembang di wilayah Banyumas. Wilayah Banyumas adalah wilayah budaya kulonan yang memilki karaketistik cenderung apa adanya (blaka suta), lugu dan aksen ngapak. Ciri khas ini tercermin pada syair-syair lagu yang dipadu dengan irama musik calung serta senggakan-senggakan yang terkesan vulgar.
 Musik bongkel yang selama ini disebut-sebut sebagai cikal-bakal angklung
dan calung Banyumas. Anggapan ini cukup beralasan, sebab bila dimati secara cermat, antara keduanya sebagaian besar mengacu pada bongkel. Hal ini terlihat jelas pada bentuk fisik instrumen, bahan baku, proses pembuatan, system pelarasan, struktur komposisi,dan teknik permainan dari beberapa instrumen. Bongkel adalah salah satu bentuk musik rakyat yang terdapat di desa Gerduren, Banyumas (Jawa Tengah). Musik ini didukung sebuah instrument perkusi (sejenis angklung bambu), berlaras slendro. Dalam satu bingkai terdapat empat tabung nada berbeda. Cara memainkan digoyang dan digatarkan menggunakan kedua tangan, serta diikuti tutupan jari-jari tertentu untuk menentukan nada. Karakteristik permainan bongkel terletak pada jalinan ritmis antara keempat tabung nada. Dalam perkembangannya bentuk jalinan-jalinan ini mengilhami lahirnya lain yang sejenis yaitu angklung, krumpyung dan calung. Bongkel pada awalnya berfungsi sebagai musik hiburan petani ketika berada di ladang, dan dalam perkembangannya kini bergeser menjadi musik jalanan (ngamen) dan musik ronda (jaga malam). Secara musikal bongkel memiliki teknik permainan tinggi, unik, khas, dan tidak ada duanya baik di Banyumas, maupun di daerah Indonesia. Berdasarkan analisis fisik, musikalitas, dan fungsi dapat diketahui bahwa bongkel termasuk musik bambu tertua di Banyumas. Setelah melalui proses perjalanan panjang genre musik ini diduga mendapat pengaruh gamelan kemagan dan ringgeng yakni perangkat gamelam kecil yang biasa digunakan untuk mengiringi lengger dan ebeg. Dari bongkel berkembang menjadi buncis, dari buncis berkembang menjadi krumpyung, dan dari krumpyung menjadi calung. Masyarakat banyumas mengenal musik calung sampai dengan sekarang.
2.3 Perkembangan Calung Banyumasan
Calung atau sering juga disebut dengan istilah gamelan Calung adalah nama dari seperangkat alat musik tradisional yang ada di sebaran budaya masyarakat Banyumas. Gamelan Calung yang ada di daerah Banyumas memiliki sistem pelarasan yang relatif sama dengan sistem pelarasan gamelan yang ada di wilayah-wilayah sekitarnya seperti Jogjakarta, Surakarta dan Sunda, yakni sistem pentatonik slendro. lazim difungsikan sebagai alat musik seni pertunjukan seperti lengger dan ebeg. Pada masa kejayaan seni pertunjukan lengger sekitar tahun 19970-an, kehidupan gamelan Calung sangat populer. Di samping gamelan Calung sangat berperan penting dalam kehidupan seni pertunjukan masyarakat Banyumas. Disamping kedudukan gamelan Calung memiliki peran penting sebagai pendukung sebuah sajian pertunjukan kesenian rakyat seperti Lengger dan Ebeg, ia juga memiliki satu bentuk kekuatan spirit musikal yang sangat kuat di dalam refleksinya sebagai daya ungkap seniman Banyumas, karena terdapat satu spesifikasi gaya yang khas dan unik jika dibandingkan dengan jenis kesenian manapun.
Melalui proses perjalanan yang cukup panjang kesenian lengger-calung telah mampu menempatkan posisinya yang terdepan dari sederetan jenis seni pertunjukan yang ada di karesidenan Banyumas. Hal yang mendukung eksistensi kehidupan kesenian lengger-calung bagi masyarakat Banyumas adalah, sering difungsikannya sebagai kebutuhan-kebutuhan sosial seperti kegiatan punya hajat pernikahan, sunatan, tindik dan keperluan ritual seperti syukuran (nadar), sedekah bumi dan sedekah laut. Melihat betapa kompleksnya fungsi dan peran Calung pada kehidupan masyarakat Banyumas, maka beban profesi seniman Lengger Calungpun menjadi sangat berat. Apalagi jika harus mempertahankan eksistensinya yang berorientasi pada kejayaan di masa lalu. Seiring dengan perkembangan zaman, sikap dan selera masyarkat yang selalu berubah, maka sifat kesenian Lengger Calungpun tidak bisa mengelak dari kondisi tersebut. Perubahan Lengger Calung yang tampak sebagai gejala adanya faktor zaman adalah bentuk dan garap. Perubahan garap calung apabila dilihat secara historis dalam konteks budayanya telah berjalan seiring dengan kondisi zamannya. Arah perubahan garap yang kurang ditangani secara serius dan profesional dalam konteks budayanaya, akan berakibat fatal bagi kehidupan kesenian Calung dan akan berdampak negatif terhadap kehidupanya di masa yang akan datang. Pekerjaan seniman memang cukup berat, apalagi jika kemampuan untuk meng-garap yang dimilikinya tidak lagi sebanding dengan tuntutan zamannya, karena garap adalah bagian yang paling penting sebagai sistem ungkap seniman terhadap nilai-nilai estetik yang bersinggungan dengan nilai budayanya yang semakin dinamis. Kerangka kehidupan kesenian yang dinamis tersebut mempunyai konsekuensi dan jelas merupakan faktor perubahan secara konseptual maupun ujud penerapannya. Perubahan garap yang terjadi pada sajian gending-gending Banyumasan gamelan Calung telah tergeser oleh arus perkembangan jaman yang berorentasi pada selera pasar.
Peristiwa yang terjadi setiap kurun waktu tertentu menjadikan perubahan-perubahan garap secara musikal maupun bentuk sajiannya. Sangat disayangkan ketika perubahan garap yang terjadi pada sajian gending-gending tradisi Banyumasan dalam pertunjukan lengger mengarah pada bentuk pertunjukan yang bersifat dangkal dan Verbal. Hal ini sudah tidak bisa dipungkiri lagi semenjak awal tahun 1990-an, terlihat bahwa pertunjukan lengger tidak lagi didominasi oleh sajian gending-gending tradisi Banyumasan dengan gamelan Calung, melainkan lebih mengedepankan sajian lagu-lagu “pop” (dangdut) yang bernuansa kekinian. Masuknya alat musik seperti gitar, seruling, keybort, drum dan kendang dangdut ke dalam sajian lengger-calung yang telah terjadi semenjak awal tahun 1990-an, adalah awal bergesrnya eksistensi musik calung yang mengarah pada kemerosotan kualitas garap. Pernyataan ini adalah fenomena riil yang dilihat penyusun saat melakukan observasi di empat kabupaten yang ada di Karesidenan Bamyumas pada awal tahun 1990-an. Menurut Kasbi (seniman/pimpinan lengger) desa Nusajati, Cilacap berendapat bahwa; sajian lagu-lagu “pop” (musik campursari) adalah suatu sajian yang dirasakan sebagai faktor mendangkalnya garap gamelan Calung, karena Calung sudah tidak lagi dianggap sebagai medium ungkap yang cerdas, melainkan telah diperlakukan sebagai barang mati seperti balung ( tulang). Dalam kenyataannya calung hanya memberi isian bunyi yang sebenarnya tidak berarti apa-apa. Dalam sajian lagu-lagu campusari Calung hanya difungsikan sebagai instrumen balungan, karena garap yang disajikan hanya berupa tekhnik-tekhnik mbalung (Wawancara: 29 Desember 2000).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar